Keramba Jaring Apung (KJA) di wilayah Pangandaran tengah menjadi polemik yang memicu perhatian berbagai pihak. KJA, sebagai salah satu metode budidaya ikan di perairan, memiliki potensi besar dalam meningkatkan produktivitas perikanan lokal. Namun keberadaan keramba yang terlalu banyak dan kurang terkontrol diperkirakan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem laut dan aktivitas nelayan tradisional.
Warga dan nelayan setempat mengeluh bahwa penyebaran keramba yang tidak teratur mengganggu aktivitas menangkap ikan dan menyebabkan pencemaran lingkungan. Selain itu, limbah keramba yang tidak dikelola dengan baik berpotensi menurunkan kualitas udara dan merusak habitat laut di sekitar kawasan tersebut. Kondisi ini menimbulkan ketegangan antara pelaku usaha budidaya dan masyarakat lokal.
Menyanggapi hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana mengambil langkah untuk membatasi jumlah dan lokasi keramba jaring apung di Pangandaran. KKP menjamin pentingnya pengaturan yang ketat guna menjaga keseimbangan antara pengembangan budidaya ikan dan kelestarian lingkungan. Peraturan ini juga diharapkan dapat melindungi hak nelayan tradisional dan mencegah konflik sosial.
Dengan adanya gambaran dari KKP, diharapkan keramba jaring apung dapat dikelola secara berkelanjutan, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat tanpa mengorbankan lingkungan hidup. Upaya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat dibutuhkan agar solusi yang diambil tepat sasaran dan berkelanjutan.
0 Komentar