Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menjadi sorotan setelah muncul dugaan adanya kekeliruan dalam menetapkan alat bukti terkait kasus kartel perusahaan pinjaman online (pinjol). Sejumlah pakar hukum menilai, KPPU kurang cermat dalam mengklasifikasikan bukti-bukti yang diungkapkan, sehingga berpotensi terjadinya proses penegakan hukum terhadap praktik persaingan usaha tidak sehat.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai adanya indikasi kesepakatan antarpenyelenggara pinjol untuk mengatur bunga dan biaya layanan. Namun dalam pemeriksaan sidang, beberapa bukti yang digunakan KPPU disebut tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti sah sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli.
Menurut pengamat persaingan usaha, penggunaan bukti yang tidak tepat dapat berimplikasi serius, termasuk pembatalan keputusan atau bahkan gugatan balik dari pelaku usaha yang merasa dirugikan. “KPPU harus berhati-hati agar setiap proses penegakan hukum memiliki legitimasi yang kuat. Kesalahan klasifikasi bukti bisa menjadi celah hukum,” ujar salah satu akademisi.
Meski demikian, KPPU menegaskan tetap terus mengkaji kasus ini dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan transparansi. Lembaga itu juga berkomitmen memperbaiki prosedur pemeriksaan agar tidak ada celah bagi pelaku usaha nakal untuk lolos dari jerat hukum.
Publik kini menunggu langkah lanjut KPPU, apakah akan memperkuat bukti dengan cara yang lebih tepat atau merevisi tuduhan yang telah disampaikan. Kejelasan penanganan kasus ini penting demi menjaga kepercayaan terhadap lembaga pengawas persaingan usaha.
0 Komentar