Komisi III DPR: Tak Boleh Ada Restorative Justice dalam Kasus Kekerasan Seksual

 

Komisi III DPR RI menegaskan bahwa pendekatan restorative justice tidak dapat diterapkan dalam kasus kekerasan seksual. Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama aparat penegak hukum di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (2/8/2025).

Anggota Komisi III, Arteria Dahlan, menegaskan bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan serius yang berdampak luas, baik fisik maupun psikologis, terhadap korban. Oleh karena itu, pelaku harus diproses secara hukum hingga tuntas. “Jangan ada celah untuk perdamaian di luar pengadilan dalam kasus seperti ini. Negara harus hadir melindungi korban,” ujarnya.

Keadilan restoratif umumnya digunakan dalam kasus-kasus ringan yang tidak menimbulkan trauma berkepanjangan. Namun, untuk kasus kekerasan seksual, Komisi III meminta aparat penegak hukum tetap konsisten menjalankan proses hukum formal sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Pernyataan ini juga sebagai tanggapan atas beberapa laporan adanya upaya penyelesaian damai dalam kasus kekerasan seksual di sejumlah daerah. Komisi III menegaskan bahwa kepastian hukum dan perlindungan korban harus menjadi prioritas utama dalam penanganan setiap kasus kekerasan seksual.


Posting Komentar

0 Komentar